P*******n

Leilani Setyawan
3 min readMar 8, 2023

--

TW: sexual abuse, murder, violence, shaming

Perempuan adalah pelacur, lonte, jalang, sundal, selir, piaraan. Perempuan tidak berpendidikan, tidak bisa berpikir secara logis. Perempuan tidak tega menyakiti, memukul, membela diri sendiri. Perempuan tidak bisa berjalan sendirian, harus selalu ditemani dengan makhluk yang gagah perkasa. Perempuan tidak mampu menahan diri, ke luar rumah dengan hanya menggunakan sehelai kain, masih keluyuran sampai pagi. Menunggu ayam berkokok? Perempuan itu mudah sekali untuk dibohongi, hatinya terlalu lembut belum mengenal kerasnya dunia. Dibilang pulang telat karena lembur, perempuan percaya, padahal sedang mesra-mesraan dengan perempuan lain. Perempuan lain itu juga masih anak-anak, masih bodoh, polos, nurut. Ya, memang sepantasnya nurut.

Perempuan itu tidak cantik. Makhluk ciptaan Tuhan yang paling banyak kekurangannya. Jerawatan, tangan dan kakinya penuh luka dan lebam, perutnya penuh goresan. Ah, tidak pantas untuk dilihat. Namun, menggoda ya? Lekukan tubuhnya, warna kulitnya, tekstur rambutnya. Tidak pantas dipandang, tetapi masih bisa dirasakan, dipegang, dijambak, dicakar. Masih penasaran untuk membuka pakaiannya yang hanya sehelai itu. Salah sendiri. Perempuan bodoh. Kenapa tidak bisa jaga diri? Perempuan yang pantas disebut sebagai piaraan. Pantas untuk direndah-rendahkan. Perempuan tolol. Apakah tidak belajar biologi waktu SMA? Masa tidak kenal napsu manusia? Tidak berpendidikan. Pantas saja internet dikuasai oleh lekukan tubuhnya. Ternyata hanya itu yang bisa ditawarkan. Oh, sekarang perempuan sudah bisa sekolah, ya? Ah, tidak mempan. Lagipula, perempuan itu hanya baik untuk dipegang dan dilihat sesaat. Isi otaknya sepenting apa? Masa perempuan ingin jadi presiden, pemimpin, petinggi? Mustahil. Pekerjaannya kan hanya di dapur dan di kamar. Tidak pantas.

Perempuan itu murahan. Buktinya menjual diri sendiri demi mendapatkan sesuap nasi. Padahal, lapangan pekerjaan itu luas. Tidak perlu telanjang kali. Cari kerja yang benar sana. Masa belum laku-laku? Ayah saja sudah bisa menjadi direktur sana-sini. Perempuan itu gagap. Tidak bisa berbicara, tetapi suaranya yang paling kencang. Tidak pernah terdengar teriakan-teriakan mereka. Memangnya meneriakkan apa? Perempuan tidak pernah puas. Sudah dibantu mengangkat galon dan menyusun genteng masih minta kesetaraan. Perempuan itu sudah setara. Buktinya sudah bisa sok-sokan menuntut. Didengar pun tidak, biar saja diberikan euphoria untuk menjadi pemimpin sesaat. Besok-besok sudah bisu lagi. Dibisukan. Perempuan semudah itu. Mudah dihilangkan, dicuri, dibunuh. Perempuan tidak bisa melawan. Melawan pun tidak ada yang dengar. Siapa yang mau mendengar? Hanya orang-orang lemah. Kuasa apa yang mereka punya? Perempuan itu mudah untuk diadu domba. Beri saja satu dari sepuluh perempuan sebuah pilihan. Sembilan perempuan yang lain akan menghabisi satu perempuan itu. Perempuan itu iri dengki, selama-lamanya berkompetisi. Terlalu mudah untuk dipecah belah. Terlalu mudah untuk dibuat rapuh.

Namun, mengapa perempuan masih berlipat ganda dan bertambah banyak jumlahnya? Mengapa mereka belum bisa dimusnahkan? Perempuan itu racun, tidak ada perempuan tidak ada yang peduli, ada pun tidak tahu manfaatnya untuk apa. Sebentar, mengapa tanah-tanah mulai berguncang? Mengapa mayat-mayat perempuan itu hidup kembali? Perempuan itu pelacur, lonte, jalang, sundal, selir, piaraan. Ah, kata-kata itu sudah tidak mempan. Tidak adakah kata-kata baru untuk merendahkan perempuan? Mengapa mereka semakin kuat? Mengapa sekarang bisa melawan? Perempuan itu harus nurut. Harus nurut! Kok tidak ada yang membela saya? Saya juga dilecehkan oleh perempuan! Mengapa tidak ada yang menenangkan saya. Mengapa kelompok saya tidak pernah peduli terhadap hidup saya? Perempuan itu tidak pintar. Jangan mau dibohongi oleh perempuan. Tolong, tolong.

Perempuan itu kuat. Sudah membiru dadanya, rontok rambutnya, patah giginya, tetapi jiwanya tetap hidup. Pantas mayat-mayat itu bangkit kembali. Perempuan itu tidak mudah untuk ditelanjangkan. Sudah dilepas helaian bajunya, tetapi tidak ada yang dapat melihat hatinya. Sudahkah perempuan benar-benar telanjang sedangkan hati saya mudah sekali untuk dipermainkan? Mengucur darah sahabat di tangan saya demi mendapatkan perhatian perempuan. Sayakah yang telanjang?

Perempuan itu perkasa. Selama tiga ratus tahun berperang dengan sistem. Sayakah yang lemah?

Perempuan itu harus dimusnahkan, dipenjara, dikurung. Saya mengerti perempuan itu hebat. Namun, tidak pernah akan lebih hebat dari saya. Jangan terus berlipat ganda dan bertambah jumlahnya. Saya takut kalian memporak-porandakan dunia.

--

--